Ayat dan Hadist Zakat, Infaq, Sedekah, Wasiat dan Pembagian Harta Waris


MAKALAH

AYAT DAN HADIST TENTANG ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, WASIAT DAN PEMBAGIAN HARTA WARIS
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Hadist Ekonomi 2
Dosen pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M.Pd.I


Disusun oleh:
Kelompok 5

1.    Lina Dorabella                  1602040110
2.    M.Khairul Al-Azhar        1602040220
3.    Muhammad Bayu W.      1602040119
4.    Susi Wariyanti                  1602040158
Kelas: ESy D

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) METRO
2018

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia.
Alhamdulillah wa syukrulillah bahwa berkat rahmat dan anugrah-Nya makalah ini dapat kami selesaikan.
Makalah ini kami kami susun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi dengan materi Ayat dan Hadist tentang Zakat, Infaq, Sedekah, Waiat dan Pembagian Harta Waris dari dosen pengampu Khoirur Rojiin, Lc,M.Pd.I. Dengan isi yang telah kami kembangkan dari berbagai sumber yang ada.
Kami sadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, baik dari segi isinya, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu saran, kritik, dan perbaikan dari pembaca dengan senang hati akan kami nantikan.Semoga apa yang telah kami upayakan bisa memberi manfaat yang maksimal dan mendapatkan ridho-Nya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


                                                                                                Metro, 27 Februari 2018
           

                                                                                               
                                                                                                                        Penulis
                       














DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang..................................................................................................... 1
B.     RumusanMasalah................................................................................................ 1
C.     Tujuan................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Zakat .................................................................................................................. 2
B.     Infaq ................................................................................................................... 5
C.     Sedekah ......................................................................................................... .... 9
D.    Wasiat ................................................................................................................ 12
E.     Waris .................................................................................................................. 15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
     Harta merupakan titipan Allah SWT yang pada hakekatnya hanya dititipkan kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia terhadap segala bentuk titipan yang dibebankan kepadanya mempunyai aturan-aturan Tuhan, baik dalam pengembangan maupun dalam penggunaan.
     Terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk mengeluarkan zakat untuk kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah  amaliyah sunnah yakni sedekah dan infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang dimiliki manusia adalah titipan Allah SWT, maka setiap kita manusia wajib melaksanakan segala perintah Allah mengenai hartanya.
     Dalam makalah ini akan dijelaskan secara rinci apa yang menjadi pengertian zakat, infaq dan shadaqah, dasar hukum dan segala hal yang berkaitan dengan masalah zakat,  serta akan menjelaskan mengenai masalah sosial lain seperti waris dan wasiat.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian zakat, infaq, sedekah, wasiat dan waris?
2.      Apa dalil dari zakat, infaq, sedekah, wasiat dan waris?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian zakat, infaq, sedekah, wasiat dan waris?
2.      Untuk mengetahui dalil dari zakat, infaq, sedekah, wasiat dan waris?











BAB II
PEMBAHASAN

A.  Zakat
1.    Pengertian
     Bedasarkan etimologinya zakat berasal dari kata bahasa arab : zakkan-yuzakki-tazakiyatan-zakaatan. Yang memiliki arti bermacam-macam yakni thaharah, namaa, barakah atau amal soleh.
a)    Thaharah artinya bersih-membersihkan atau mensucikan. Sebagaimana Allah SWT berfirman (Qs. At-taubah:130).
b)   Namaa artinya tumbuh atau berkembang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat (Qs. Al-baqarah:276). Yang artinya Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Hal ini sesuai dengan jaminan sabda Nabi SAW bahwa tidak akan pernah berkurang harta seseorang jika disedekahkan. Rasulullah SAW bersabda: dari Abu Rabsyah Al-An Maary berkata harta seseorang tidak akan berkurang jika disedekahkan ( Hr-Tarmidzi)
c)    Al-barakah artinya balasan atau karunia Allah yang diberikan kepada hambanya tiada tara bandinganya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam (Qs. Saba:39) yang artinya “dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya. Itulah sebaik-baik rezeki”
Selain definisi diatas berberapa ulama memberikan definisi sebagai berikut:
a.    Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan, “ Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab ( batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiqq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian”.
b.    Menurut mazhab Imam Syafi'i zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan secara khusus. Sedangkan menurut mazhab Imam Hambali, zakat ialah hak  yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok delapan yang disyaratkan dalam Al-Qur'an.
c.    Al-Hafidz ibnu hajar berpendapat,” memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nashabnya selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib”
d.   Ibnu Tamiyah memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai nishab untuk keperluan tertentu.[1]

2.    Hukum menunaikan zakat
     Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut berlaku untuk seluruh umat muslim yang sudah baliqh, berakal. Sebagai salah satu rukun islam yang ke-5, zakat adalah pondasi islam yang agung. Kewajibanya pun langsung disampaikan melalui Al-Quran, As-Sunnah dengan dilengkapi keteranganya bedasarkan ijma’ ulama. Yang dijelaskan dalam (Qs Al-bayyinah:5)
Artinya: “ padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dengan menjalankan agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat yang demikian itulah agama yang lurus”.

3.    Dalil Pensyariatan Zakat[2]
·      Dalil yang berasal dari Al Qur’an
QS At-Taubah : 103
Artinya: “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagiMaha Mengetahui.”
QS Al-Baqarah : 43
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orangorang
yang ruku”. (QS. Al Baqarah:43)


·      Dalil dari As Sunah
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mengutus Mu’adz ke negeri Yaman, ia meneruskan hadist itu dan di dalamnya (beliau bersabda): “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara merekadan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” Muttafaq Alaih dan lafadznya menurut Bukhari.
Didalam hadis Rasulullah SAW (sunnah) antara lain:
Dari Abdullah bin umar ia berkata; islam dibangun atas 5 rukun: syahadat , Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW utusan Allah menegakan shalat, membayar zakat menunaikan haji dan puasa ramadhan”.(HR.Bukhari dan Muslim)[3]

4.    Macam- macam zakat
     Pada dasarnya zakat dibagi kedalam 2 jenis yakni zakat nafs(jiwa) atau yang disebut dengan zakat fitri dan zakat mal (harta).
·      Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim sebelum memasuki hari raya idul fitri atau sebelum dilaksanakanya shalat idul fitri. Yang dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 kilogram atau 3,5 liter makanan pokok.
·      Zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan untuk hasil-hasil perniagaan , pertanian,pertambangan,emas, perak serta hasil kerja (profesi)-nya. Dan masing-masing memiliki perhitunganya sediri- sendiri.[4]




5.    Orang yang berhak menerima zakat
Ada 8 kelompok yang berhak menerima zakat yaitu
a.    Fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta kecuali baju yang melekat ditubuhnya atau sekedar barang-barang yang dipakai untuk makan dan minum. Mereka pun tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
b.    Miskin adalah orang yang memiliki harta namun sama sekali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
c.    Amil adalah orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat
d.   Muallaf adalah orang yang baru memeluk agama islam dan membutuhkan bantuan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keadaanya yang baru.
e.    Hamba sahaya adalah orang yang setatusnya sebagai budak belian dan ingin memerdekakan dirinya.
f.     Gharimin adalah orang yang memiliki banyak hutang karena terdesak oleh kebutuhan  yang halal dan tidak sanggup lagi membayarnya.
g.    Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang dijalan Allah seperti orang yang berjihad dan berdakwah.
h.    Ibnu sabil adalah orang yang berpergian jauh untuk kepentingan ibadah.[5]

6.    Syarat zakat
a)    Sudah menjadi milik sepenuhnya maksudnya harta tersebut benar-benar milik peibadi.
b)   Berkembang Maksudnya harta tersebut dapat berkembang dan bertambah bila dibisniskan.
c)    Cukup nishab yaitu harta yang dimilikinya mencapai jumlah tertentu sesuai ketetapan syara.
d)   Lebih dari kebutuhan pokok
e)    Bebas hutang orang yang tidak mempunyai hutang atau terbebani oleh hutang.[6]

B.  Infaq
1.    Pengertian
     Infaq berasal dari kata anfaqa-yunfiqu yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu, arti infaq menjadi khusus ketika dikaitkan dengan upaya realisasi perintah-perintah Allah. Dengan demikian infaq hanya berkaitan dengan atau hanya dalam untuk materi saja. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran islam.
     Infaq berbeda dengan zakat,infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus di berikan kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua ,kerabat, anak yatim, orang miskin atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian pengertian infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang. Allah memberikan kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan.
     Dari definisi atas dapat disimpulkan bahwa infaq bisa diberikan kepada siapa saja arinya mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah syariat infaq adalah mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam islam untuk kepentingan umum dan juga bisa diberikan kepada sahabat terdekat, kedua orang tua, dan kerabat terdekat lainya.

2.      Dasar hukum
a)    Dalil Al Qur’an
QS Ali-Imron : 134
Artinya: “orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang orang yang berbuat kebajikan.”
     Ali-Imron:134, menjelaskan bahwasanya hukum infak adalah sunah karena infak tidak mengenal nisab dan infak dikeluarkan setiap orang yang beriman baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah dia sedang lapang atau sempit dan infak tidak mengenal batas waktu kapanpun dalam mengeluarkan hartanya.
     Syariat telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta. Allah dalam banyak ayat dan Rasul SAW dalam banyak hadist telah memerintahkan kita agar menginfakan (membelanjakan) harta yang dimiliki. Allah juga memerintahkan agar seseorang membelanjakan hartanya untuk dirinya sendiri dalam (Qs At-taghabun;16) serta untuk menafkahi intri dan keluarga menurut kemampuanya (Qs at-talaq;7). Dalam membelanjakan harta itu hendaklah yang dibelanjakan adalah harta yang baik, bukan yang buruk khususnya dala menunaikan infaq (Qs. Al-baqarah;267).

b)   As Sunnah (Hadist)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu, Nabi SAW memberitahukan kepadanya.
“ Allah Yang Mahasuci lagi Maha tinggi berfirman, ‘Wahai anak Adam! Berinfaklan, niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadamu” HR. Muslim
Hadist lain adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“ Berinfaklah wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat yang memiliki Arsy.”

3.    Rukun dan syarat infaq
a)      Penginfaq maksudnya yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harusmemenuhi syarat sebagai berikut:
1)      Penginfaq memiliki apa yang diinfaqkan.
2)      Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
3)      Penginfaq itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya.
4)      Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkankeridhaan dalam keabsahannya.
b)      Orang yang diberi infaq maksudnya oarang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1)      Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, ataudiperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidakada.
2)        Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu adadi waktu pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, makainfaq itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yangmendidiknya, sekalipun dia orang asing.
c)         Sesuatu yang diinfaqkan maksudnya orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhisyarat sebagai berikut:
1)   Benar-benar ada.
2)   Harta yang bernilai.
3)   Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yangbiasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan dilaut, burung di udara.
4)   Tidak berhubungan dengan tempat milik penginfaq, seperti menginfaqkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang diinfaqkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepadayang diberi infaq sehingga menjadi milik baginya.
d)       Ijab dan Qabul Infaq itu sah melalui ijab dan qabul, bagaimana pun bentuk ijab qabul yang ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Misalnya penginfaq berkata: Aku infaqkan kepadamu; aku berikan kepadamu; atau yang serupaitu; sedang yang lain berkata: Ya aku terima. Imam Malik dan Asy-Syafi’I berpendapat dipegangnya qabul di dalam infaq. Orang-orang Hanafiberpendapat bahwa ijab saja sudah cukup, dan itulah yang paling shahih. Sedangkan orang-orang Hambali berpendapat: Infaq itu sah denganpemberian yang menunjukkan kepadanya; karena Nabi SAW. Diberi danmemberikan hadiah. Begitu pula dilakukan para sahabat. Serta tidak dinukildari mereka bahwa mereka mensyaratkan ijab qabul, dan yang serupa itu.[7]

4.    Manfaat Infaq
a)    Sarana Pembersih Jiwa
Sebagaimana arti bahasa dari zakat adalah suci, maka seseorang yangberzakat, pada hakekatnya meupakan bukti terhadap dunianya dariupayanya untuk mensucikan diri;mensucikan diri dari sifat kikir, tamak dandari kecintaan yang sangat terhadap dunianya , juga mensucikan hartanya dari hak-hak orang lain.
b)   Realisasi Kepedulian Sosial
b)Salah satu esensial dalam Islam yang ditekankan untuk ditegakkanadalah hidupnya suasana takaful dan tadhomun (rasa sepenanggungan) danhal tersebut akan bisa direalisasian dengan infaq. Jika shalat berfungsiPembina ke khusu'an terhadap Allah, maka infaq berfungsi sebagai Pembinakelembutan hati seseorang terhadap sesama.
c)    Sarana Untuk Meraih Pertolongan Sosial
c)Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan kepada hambaNya,manakala hambanya-Nya mematuhi ajarannya dan diantara ajaran Allahyang harus ditaati adalah menunaikan infaq.
d)   Ungkapan Rasa Syukur Kepada Allah
d)Menunaikan infaq merupakan ungkapan syukur atas nikmat yangdiberikan Allah kepada kita.

C.  Sedekah
1. Definisi Sedekah
     Sedekah berasal dari kata bahasa Arab yaitu صدقة yang berarti suatu  pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah secara bahasa berasal dari huruf ق ,د ,ص serta dari unsur al-Sidq yang berarti benar atau jujur, artinya sedekah adalah membenarkan sesuatu. Sedekah menunjukkan kebenaran penghambaan seseorang kepada Allah SWT.
     Sedekah tidak terbatas pada hal bersifat materi saja akan tetapi juga pada hal yang bersifat non materi seperti yang dijelaskan pada sabda Nabi SAW “setiap ruas yang aktif dari kamu itu harus disedekahi. Maka setiap tasbih itu nilainya sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil itu sedekah, setiap takbir itu sedekah dan amar makruf nahi munkar itu juga sedekah.”
     Dari pengertian diatas, dapat diartikan bahwa sedekah merupakan ibadah yang sifatnya lentur, artinya tidak dibatasi oleh waktu ataupun batasan tertentu dan tidak terbatas baik berupa materi ataupun non materi. Artinya segala bentuk perbuatan baik itu adalah sedekah. Adapun istilah sedekah memiliki beberapa pengertian diantaranya sebagai berikut:
a)    Sedekah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima sedekah tanpa disertai imbalan. Sedekah ini adalah bersifat sunnah bukan wajib. karena itu untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib para fuqaha‟ menggunakan istilah sodaqah tatawwu’ atau al-Sadaqah al-Nafilah sedangkan untuk zakat dipakai istilah al-Sadaqah al-Mafrudhah.

b)   Sedekah adalah mengeluarkan harta yang bersifat wajib. Disini  sedekah identik dengan zakat. Ini merupakan makna kedua dari sedekah, sebab dalam ayat-ayat alquran terdapat lafad sedekah yang berarti zakat. Seperti firman Allah QS At Taubah 103
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
       Kata sadaqah dalam ayat ini yaitu bermakna zakat, artinya ambillah atas nama Allah sedekah yakni harta berupa zakat dari sebaian harta mereka, bukan seluruhnya bukan pula sebagian besar dan tidak juga yang terbaik. Dengan harta yang diambil tersebut maka telah dibersihkan dan disucikan harta dan jiwa mereka lagi mengembangkan harta mereka.
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. QS At  Taubah :60
       Berdasarkan ayat diatas sedekah merupakan kata lain dari zakat, namun demikian penggunaan kada sadaqah dalam arti zakat ini tidaklah bersifat muthlaq artinya dibutuhkan indikasi yang menunjukkan bahwa kata sadaqah dalam konteks ayat tersebut artinya adalah zakat yang berhukum wajib bukan sedekah tathawwu‟. Dalam ayat tersebut terdapat ungkapan faridatan minallah (sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan). Ungkapan ini merupakan indikasih bahwa yang dimaksut dengan lafad al-Sadaqat dalam ayat diatas adalah zakat yang wajib bukan sedekah yang lain. Selain zakat sadaqah juga bermakna mahar. Seperti dalam Firman Allah QS An-Nisa ayat 4:
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
       Menurut Thahir Ibn „Ashur dalam ayat ini maskawin/mahar dinamai dengan saduqat bentuk jamak dari saduqah yang terambil dari akar yang berarti “kebenaran” ini karena maskawin itu didahului oleh janji, maka pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji. Dapat juga dikatakan bahwa maskawin bukan saja lambang yang membuktikan kebenaran dan ketulusan hati suami untuk menikah dan menanggung kebutuhan hidup istrinya, tetapi lebih dari itu, ia adalah lambang dari janji untuk tidak membuka rahasia kehidupan rumah tangga khususnya rahasian terdalam yang tidak dibuka oleh wanita kecuali pada suaminya.

c)    Sedekah adalah sesuatu yang ma‟ruf. Pengertian ini didasarkan pada hadis riwayat imam Muslim bahwa Nabi SAW bersabda: “setiap kebajikan adalah sadaqah.” Berdasarkan hal ini maka mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah sedekah, beramar ma‟ruf nahi mungkar adalah sedekah dan tersenyum kepada sesama muslim adalah juga merupakan sedekah. Sedekah adalah sesuatu yang diberikan dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah SWT. Menurut Syara', sedekah  adalah memberi kepemilikan pada seseorang pada waktu hidup dengan tanpa imbalan sesuatu dari yang diberi serta ada tujuan taqorrub pada Allah SWT. Sedekah juga diartikan memberikan sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan (fakir-miskin) dengan tujuan untuk mendapat pahala.

2.    Hukum Sedekah
     Sedekah hukumnya sunnah mu’akkad, namun ia juga bisa menjadi haram jika pemberi sedekah mengetahui atau menduga kuat bahwa penerimanya akan membelanjakan uang hasil sedekah tersebut untuk hal-hal yang jahat dan maksiat kepada Allah. Diwaktu lain sedekah bisa menjadi wajib jika pemberi sedekah mendapati seseorang yang benar-benar dalam kondisi kritis dan membutuhkan sedekahnya, dan si pemberi sedekah memiliki persediaan yang melebihi kebutuhan pokok. Dalam kondisi darurat ini, ia wajib bersedekah demi mempertahankan nyawa orang yang ditemuinya dan demi menjaga keselamatannya dari kematian. Jika nafsu dirinya tidak mengizinkannya untuk memberikan sedekah tersebut demi mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoannya maka hendaklah ia memberi dengan kompensasi imbalan tertentu. Bahkan dalam kondisi nyaris mati, orang yang terdesak kebutuhan ini boleh memerangi orang yang membawa bekal jika memang ia menolak memberinya sedikit saja bekal yang ia bawa dan ia tidak berdoasa dengan tindakan tersebut. Jika ia membunuh karena terdesak kelaparan, maka dosanya dibenbankan kepada penduduk kawasan tempat kejadian perkara.[8]

3.      Hadist tentang sedekah
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap persendian manusia wajib bersedekah pada setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya: engkau berlaku adil kepada dua orang (yang bertikai/berselisih) adalah sedekah, engkau membantu seseorang menaikannya ke atasnya hewan tunggangannya atau engkau menaikkan barang bawaannya ke atas hewan tunggangannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang engkau jalankan menuju (ke masjid) untuk shalat adalah sedekah, dan engkau menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.’” [HR. al-Bukhari dan Muslim][9]

D.  Wasiat
1.    Pengertian
     Kata wasiat berasal dari washaya yang artinya orang yang berwasiat menghubungkan harta bendanya waktu hidup dengan sesudah mati. Menurut Taqiyuddin artinya pembelanjaan harta dengan khusus sesudah mati. Menurut Zainuddin Ali, wasiat ialah penyerahan hak atas harta tertentu dari seseorang kepada orang lain secara sukarela yang pelaksanaanya ditangguhkan hingga pemilik harta meninggal dunia.[10]         
     Istilah “wasiat” diambil dari wadhaitu-ushi asy-sya’i (aku menyambung sesuatu). Orang yang berwasiat menyambung apa yang ada di dalam hidupnya setelah kematiannya.
Dalam syariat, wasiat adalah penghibahan benda, piutang, atau manfaat oleh seseorang kepada orang lain dengan ketentuan bahwa orang yang diberi wasiat memiliki hibah tersebut setelah kematian orang yang berwasiat. Sebagian ulama mendefinisikan wasiat sebagai pemberian kepemilikan yang disandarkan kepada masa setelah kematian melalui derma.

2.    Hukum Wasiat
     Hukum wasiat adalah sunat. Akan tetapi, ada pula para ulama yang berbeda pendapat tentang hukum wasiat tersebut. Ibnu Hazm al-Andalusia berpendapat bahwa wasiat itu wajib bagi setiap yang akan meninggal dunia dan meninggalkan harta peninggalan, baik sedikit atau banyak. Menurut Sayyid Sabiq hukum wasiat ada beberapa macam, yaitu :
a.    Wajib
Wasiat itu wajib dalam keadaan jika manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila ia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahuai selain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.
b.    Sunnah
Wasiat itu disunnahkan bila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang shaleh.
c.    Haram
Wasiat itu diharamkan jika ia merugikan ahli warits. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli warits seperti ini adalah batil sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun gereja atau tempat hiburan.
d.   Makruh
Wasiat itu makruh jika orang yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu didalam kefasikan dan kerusakan.
e.    Jaiz
Wasiat diperbolehkan bila ia ditujukan kepada orang kaya, baik orang yang diwasiati itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat).

3.    Dasar Hukum Wasiat
a.    Al-Qur’an
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمْ ألْمَوْتَ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا ألْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِوَالاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ [ البقرة : ١٨٠ ]
Artinya : “Diwajibkan pada kalian semua, apabila kematian telah tiba, (dan meninggalkan harta yang cukup), untuk menyampaikan pesan wasiat kepada kedua orang tua, dan kerabat dekat dengan baik dan bijaksana. Semua itu merupakan hak bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 180)
b.    Hadits
Adapun hadits tentang wasiat ini, dalam kitab Bulughul Maram dijelaskan bahwasanya :
َوَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ( إِنَّ اَللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ , فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ , وَحَسَّنَهُ أَحْمَدُ وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَقَوَّاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ اَلْجَارُودِ
Artinya : Abu Umamah Al-Bahily ra. Berkata : aku mendengar Rasulullah bersabda: “sesungguhnya allah telah memberi hak kepada tiap-tiap yang berhak dan tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits hasan menurut Ahmad dan Tirmidzi, dandikuatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Al-Jarud).
·      Ketentuan Ukuran Harta Wasiat Yang Disunnahkan
     Dari Sa‟d bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Ketika di Makkah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menjenggukku sementara beliau enggan wafat di tanah yang beliau hijrah darinya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
New Picture (115).bmp
“Semoga Allah merahmati Ibnu “Afra (Sa’d).‟ Aku katakan, “Wahai Rasulullah, aku berwasiat dengan semua hartaku?‟ Beliau bersabda, “Tidak boleh.‟ Aku katakan, “Separuhnya?‟ Beliau bersabda, “Tidak boleh.‟ Aku katakan, “Sepertiganya?‟ Beliau bersabda, “Ya, sepertiga, dan sepertiga itu banyak, sebab jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, mereka meminta-minta pada orang lain. (Selain itu, jika engkau hidup) walaupun engkau memberikan hartamu pada keluargamu, akan tetap dihitung sebagai sedekah, sampai makanan yang engkau suapkan pada mulut isterimu. Semoga Allah mengangkat derajatmu, memberikan manfaat kepada sebagian manusia, dan membahayakan sebagian yang lain.‟ Pada saat itu Sa’d tidak mempunyai pewaris kecuali seorang anak perempuan.” Hadist Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/363, no. 2742), dan ini lafazhnya, Shahiih Muslim (III/250, no. 1628), Sunan Abi Dawud (VIII/64, no. 2847), Sunan an-Nasa-i (VI/242).

·      Tidak Boleh Berwasiat Untuk Ahli Waris
     Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang yang memiliki hak akan hartanya. Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (Hadist Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah no. 2194], Sunan Ibni Majah (II/905, no. 2713), Sunan Abi Dawud (VIII/72, no. 2853), Sunan at-Tirmidzi (III/293, no. 2203).

E.  Waris
1.    Pengertian
     Waris menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.[11] Waris lebih sering disebut dalam bahasa Arab dengan istilah Al-Miiraats ( الميرات). Al Miiraats berasal dari kata Waritsa (ورت) yang artinya adalah البقاء atau keabadian, keberadaan yang terus menerus.  Al-Miiraats (الميرات) dalam penggunaan lain, dipakai dengan makna atau perpindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.  Sedangkan menurut istilah, waris adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Ahli waris ialah orang yang berhak menerima harta peninggalan orang yang meniggal. Kata waris terdapat dalam berbagai bentuk, makna tersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang antara lain:[12]
a. Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. al-Naml, 27:16)
b. Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. al-Zumar, 39:74)
c. Mengandung makna “mewarisi atau meminta warisan” (QS. al-Maryam, 19:6)
     Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.[13]

2.    Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Harta Peninggalan
     Hak-hak yang berkaitan dengan at tarikah (warisan) ada empat. Urutan empat hak yang berkaitan dengan at tarikah tersebut sebagai berikut:[14]
a)    Biaya mengkafani dan memperlengkapinya menurut cara yang telah diaturdalam masalah jenazah.
b)   Melunasi hutangnya. Ibnu Hazm dan Asy-Syafi'i mendahulukan hutang kepada Allah seperti zakat dan kifarat, atas hutang kepada manusia. Orang-orang Hanafi menggugurkan hutang kepada Allah dengan adanya kematian. Dengan demikian maka hutang kepada Allah itu tidak wajib dibayar oleh ahli waris kecuali apabila mereka secara sukarela membayarnya, atau diwasiatkan oleh mayit untuk dibayarnya. Dengan diwasiatkannya hutang, maka hutang itu menjadi seperti wasiat kepada orang lain yang dikeluarkan oleh ahli waris atau pemelihara dari sepertiga yang tersisa setelah perawatan mayat dan hutang kepada manusia. Ini bila dia mempunyai ahli waris. Apabila dia tidak mempunyai ahli waris, maka wasiat hutang itu dikeluarkan dari seluruh harta. Orang-orang Hambali mempersamakan antara hutang kepada Allah dengan hutang kepada manusia. Demikian pula mereka sepakat bahwa hutang hamba yang bersifat 'aini (hutang yang berhubungan dengan harta peninggalan) itu didahulukan atas hutang muthlak.
c)    Pelaksanaan wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang dibayar.
d)   pembagian tarikah (harta warisannya) kepada seluruh ahli warisnya dari sisa pengurangan (dari ke tiga hak di atas).

3.    Dalil Tentang Pembagian Waris
a.    Ayat waris untuk anak
يُوْصِيْكُمُ اللهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ...
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta... (QS. An-Nisaa' : 11)


b.    Ayat waris untuk orang tua
....وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya:
Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa' : 11)

c.    Ayat waris buat suami dan istri
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
Artinya :
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu.” (QS. An-Nisaa' : 12)

Dalil as Sunnah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمَيِّتِ عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ مِنْ قَضَاءٍ فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى عَلَيْهِ وَإِلَّا قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah dihadapkan dengan jenazah seorang lelaki yang mempunyai utang. Lalu beliau bertanya, "'Apakah ia meninggalkan sesuatu untuk membayar utangnya?" Kalau beliau diberi kabar bahwa orang yang wafat itu meninggalkan sesuatu untuk membayar utangnya, maka beliau mau menshalatkannya. Akan tetapi jika mayat tersebut tidak meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya, maka beliau akan berkata, 'Shalatkanlah mayat temanmu itu.' Ketika Allah memberikan berbagai kemenangan kepada kaum muslimin dalam menaklukkan banyak negeri, beliau bersabda, 'Aku lebih berhak terhadap orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri. Oleh karena itu, barang siapa di antara kamu yang meninggal dunia sedangkan ia mempunyai utang maka akulah yang akan membayarnya, dan barang siapa meninggalkan harta maka hartanya itu untuk ahli warisnya'." {Muslim: 5/62}

4.    Rukun Waris
a.    Pewaris (Al-Muwarris), yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
b.    Ahli waris (Al Waarits), yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
c.    Harta warisan (Al Mauuruts), yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.

5.    Syarat-Syarat Pewarisan
Ada tiga syarat :
a.    Kematian orang yang mewariskan, baik kematian secara nyata ataupun kematian secara hukum, misalnya seorang hakim memutuskan kematian seseorang yang hilang. Keputusan tersebut menjadikan orang yang hilang sebagai orang yang mati secara hahiki, atau mati menurut dugaan seperti seseorang memukul seorang perempuan yang hamil sehingga janinnya gugur dalam keadaan mati; maka janin yang gugur itu dianggap hidup sekalipun hidupnya itu belum nyata.
b.    Pewaris itu hidup setelah orang yang mewariskan mati, meskipun hidupnya itu secara hukum, misalnya kandungan. Kandungan secara hukum dianggap hidup, karena mungkin ruhnya belum ditiupkan. Apabila tidak diketahui bahwa pewaris itu hidup sesudah orang yang mewariskan mati, seperti karena tenggelam atau terbakar atau tertimbun; maka di antara mereka itu tidak ada waris mewarisi jika mereka itu termasuk orang-orang yang saling mewaris. Dan harta masing- masing mereka itu dibagikan kepada ahli waris yang masih hidup.
c.    Bila tidak ada penghalang yang menghalangi pewarisan.

6.    Sebab-sebab mendapatkan warisan
a)    Nikah dengan akad yang sah, hanya dengan akad nikah maka suami bisa mendapat harta warisan istrinya dan istripun bisa mendapat warisan dari suaminya.
b)   Nasab (keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua, keturunan seperti anak, ke arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak mereka.
c)    Perwalian, yaitu ashobah yang disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan menjadikannya merdeka, maka dia berhak untuk mendapatkan warisan jika tidak ada ashobah dari keturunannya atau tidak adanya ashab furudh.

7.    Penghalang-Penghalang Pewarisan
a)    Perbudakan : Seorang budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula mendapat warisan, karena dia milik tuannya.
b)   Membunuh tanpa alasan yang dibenarkan: Pembunuh tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang yang dibunuhnya.
c)    Perbedaan agama : Dengan demikian seorang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan seorang kafir tidak mewarisi dari seorang muslim; karena hadits yang diriwayatkan oleh empat orang ahli hadits, dari Usamah bin Zaid, bahwa Nabi saw bersabda:
"Seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, seorang kafirpun tidak mewarisi dari seorang muslim". Diriwayatkan oleh Mu'adz, Mu'awiyah, Ibnul Musayyab, Masruq dan An-Nakha'i.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
     zakat ialah hak  yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok delapan yang disyaratkan dalam Al-Qur'an. Dalil yang berasal dari Al Qur’an yang berisi tentang zakat adalah QS At-Taubah: 103, QS Al-Baqarah : 43.
     Infaq berbeda dengan zakat,infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus di berikan kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua ,kerabat, anak yatim, orang miskin atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian pengertian infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang. Dasar hukum berinfak ada di QS Ali-Imron : 134
     Sedekah merupakan ibadah yang sifatnya lentur, artinya tidak dibatasi oleh waktu ataupun batasan tertentu dan tidak terbatas baik berupa materi ataupun non materi. Artinya segala bentuk perbuatan baik itu adalah sedekah. Dasar hukumnya firman Allah QS At Taubah 103
     Wasiat adalah penghibahan benda, piutang, atau manfaat oleh seseorang kepada orang lain dengan ketentuan bahwa orang yang diberi wasiat memiliki hibah tersebut setelah kematian orang yang berwasiat. Dasar hukum dalam berwasiat terdapat pada QS. Al-Baqarah : 180.
     Waris adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Ahli waris ialah orang yang berhak menerima harta peninggalan orang yang meniggal. Dalil Tentang Pembagian Waris (QS. An-Nisaa' : 11)














DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. (2007).  Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Azzam , Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. (2015). Fiqh Ibadah :     Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Jakarta: Amzah.
Hidayatullah, Syarif. (2008). Ensiklopedia rukun islamibadah tanpa khalifah zakat. at-       kautsar prima.
Projodikoro, Wiryono. (1983). Hukum Warisan di Indonesia. Bandung: Sumur.
Rofiq, Ahmad. (2000). Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sabiq, Sayyid. (1988). Fiqh Sunnah Jilid 14 : Faroidh (Waris). Bandung: Alma’arif.
Yunus, Mahmud. (1990). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
https://almanhaj.or.id/3430-setiap-manusia-wajib-bersedekah.html

                                                                      


[1] Syarif hidayatullah. Ensiklopedia rukun islamibadah tanpa khalifah zakat(at-kautsar prima 2008),hlm 4
[2] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,2015,Fiqh Ibadah : Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji,Jakarta: Amzah, cet.4, hlm.344.
[3]Ibid,hlm.62
[4]Op.cit,hlm 9
[5]Ibid,hlm.10
[6]Ibid,hlm.29
[7]Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),178
[8] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,Op.cit, hlm. 426
[9] https://almanhaj.or.id/3430-setiap-manusia-wajib-bersedekah.html
[10] Zainuddin Ali, 2007, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 140.

[11] Mahmud Yunus,1990,kamus Arab-Indonesia,Jakarta: Hidakarya Agung,cet.8,hlm.496.
[12] Ahmad Rofiq,2000,Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet.4,hlm.355.
[13] Wiryono Projodikoro,1983,Hukum Warisan di Indonesia,Bandung: Sumur,hlm.13.
[14] Sayyid Sabiq,1988,Fiqh Sunnah Jilid 14 : Faroidh (Waris),Bandung: Alma’arif, cet.2.

Komentar

Postingan Populer