Teori konsumsi Islam


EKONOMI MIKRO

“TEORI KONSUMSI ISLAM”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Dosen Pengampu: Imahda Khoiri Furqon


Disusun Oleh
Kelompok 3:

1.      Aziz Hanif Mahfud               (1602040071)
2.      Deni Saputra                         (1602040078)
3.      Susi Wariyanti                       (1602040158)
4.      Tanti Septiana                       (1602040048)

Kelas D
Jurusan      : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI)
Prody         : Ekonomi Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) JURAI SIWO METRO
TA. 1438 H/2017 M



KATA PENGANTAR
Puji Syukur  marilah kita hadirkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberi kita nikmat yang begitu banyak dan tak terhingga dan pada akhirnya, Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT  akhirnya  kami dapat menyelesaikan tugas ini mengenal Teori Konsumsi Islam “. Akan tetapi kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tentu terdapat kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati kritik dan saran dari pembaca kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk membuka wawasan dan pengetahuan kita sampai sejauh manakah kualitas ilmu dan pengetahuan kita terhadap Teori permintaan islami supaya dengan teori permintaan ini kita bisa membandingkan mana yang baik dengan teori permintaan yang umum atau konvensional.
               Kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan tugas ini, kami mengucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua, terutama dari yang pembuat makalah ini, Amin ya rabbal’alamin.



                                                                                    Metro, 4 September 2017


                                                                                                Kelompok 5




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Dalam teori ekonomi, sebuah perekonomian akan berjalan jika unsur-unsur dalam ekonomi berjalan dan saling memanfaatkan satu sama lain sebab pada prinsipnya manusia adalah makhluk social yang saling ketergantungan antar sesama. Adanya produsen dikarenakan adanya konsumen. Begitu pula adanya sesuatu yang dihasilkan  karena adanya permintaan dari masyarakat yang memerlukan, sebab konsumen adalah setiap pemakai atau pengguna barang atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. Namun secara sederhana dapat diartikan sebagai pengguna barang dan atau jasa, Masing-masing konsumen merupakan pribadi unik dimana antara konsumen yang satu dengan yang lain memiliki kebutuhan yang berbeda juga perilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, dari perbedaan-perbedaan yang unik tersebut ada satu persamaan yakni setiap saat konsumen akan berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya pada saat mengkonsumsi suatu barang ataupun jasa. Tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang disebut dengan utilitas.
B.       Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian konsumsi dalam ekonomi islam?
  2. Bagaimana Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim?
  3. Bagaimana Fungsi dan Peningkatan Utilitas?
  4. Bagaimana Optimal Solution?
C.         Tujuan
  1. Untuk pengertian konsumsi dalam ekonomi islam.
  2. Untuk mengetahui Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim.
  3. Untuk mengetahui Fungsi dan Peningkatan Utilitas.
  4. Untuk mengetahui Optimal Solution.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsumsi Islam
       Konsumsi dalam ekonomi islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapat kebahagian atau kesejahteraan di dunia maupun akhirat. Menurut Al-Ghazali konsumsi adalah (al-hajah) penggunaan barang atau jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al- iktisab) yang wajib dituntut (fardu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju kemaslahatan (maslahah) menuju akhirah. Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah SWT. 
       Prinsip dasar dari perilaku konsumsi menurut M. Arif Mufraini adalah seperti yang dikonfirmasikan QS Al-Baqarah (2): 168
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
       Selain ayat tersebut, beberapa ayat lain menggariskan prinsip-prinsip pokok perilaku konsumsi, seperti ayat QS Al Maidah (5) : 88
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
       Menurut Abdul Manan, dalam melakukan konsumsi terdapat lima prinsip dasar yaitu:
1.        Prinsip Keadilan
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,...”(QS Al Bagarah: 168). Prinsip keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh).
2.        Prinsip Kebersihan
makanan diberkahi jika mencuci tangan sebelum san setelah memakannya”(HR Tirmidzi). Prinsip ini bermakna bahwa makanan yang harus dimakan harus baik, tidak kotor dan menjijikan sehingga merusak selera. Nabi juga mengajarkan agar tidak meniup makanan: “bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas” (HR Bukhari).
3.        Prinsip Kesederhanaan
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al A’raf : 31). Arti penting ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut.
4.        Prinsip Kemurahan Hati
Sifat konsumsi manusia harus dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkan.
5.        Pinsip Moralitas
Konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang harus dikandung dalam islam sehingga tidak semata-mata memenuhi segala kebutuhan. Allah memberikan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual. Seoranng muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.
       Lebih tegas lagi Yusuf Qardhawi menguraikan beberapa prinsip perilaku konsumsi dalam Islam sebagai berikut:
1.        Anjuran-anjuran Islam mengenai perilaku konsumsi dituntun oleh prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas.
2.        Pada umumnya kebutuhan manusia itu digolongkan ke dalam tiga hal yaitu (a) barang-barang keperluan pokok, (b) barang-barang keperluan kesenangan dan (c) barang-barang keperluan mewah. Dalam tiga pengelompokan ini, Islam menggariskan prinsip menurut urutan prioritas kebutuhan yang dikenal dengan al-Maqasid al-syari’ah dengan istilah daruriyyah, haijjiyah dan tahsiniyyah.
       Dari hal-hal yang diuraikan diatas dapat dijelaskan bahwa prinsip perilaku konsumsi yang dapat memberikan kepuasan menurut islam adalah barang-barang yang dikonsumsi haruslah halal dan suci menurut syariat. Perilaku atau gaya harus pula dalam batas wajar artinya tidak berlebih-lebihan (isyraf) atau boros (tabzir) meskipun seorang konsumen tergolong hidup kaya atau mampu.
       Sedangkan prinsip perilaku konsumsi secara konvensional menurut Winardi, terpatok pada istilah kepuasan (utilitas). Istilah kepuasan dimaksudkan sebagai kemampuan untuk memenuhi suatu kebutuhan.kemampuan tersebut meliputi (1) kemampuan akan suatu benda material atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan (2) kebutuhan yang berhubungan dengan istilah public policy. Istilah ini kemudian melahirkan istilah-istilah kepuasan tempat (utility of place), kepuasan waktu (utility of time) dan kepuasan kepemilikan (utility of possession). Kepuasan tempat ialah kepuasan yang timbul karena fakta suatu benda atau jasa, tepat pada tempatnya untuk digunakan. Kepuasan waktu ialah kepuasan yang timbul karena fakta suatu benda atau jasa tersedia pada waktu yang dibutuhkan. Sedangkan kepuasan kepemilikan ialah kepuasan yang timbul karena fakta suatu benda atau jasa yang ada, dimiliki oleh orang yang akan menggunakannya.[1]

B.       Kepuasan Dan Rasionalitas Konsumen Muslim
       Kepuasan adalah hasrat yang tidak bisa diukur dengan nilai, masing-masing orang memiliki cita rasa yang berbeda namun jika yang diinginkan terpenuhi maka akan menghasilkan sebuah kepuasan tersendiri. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tidak membatasi konsumsi umatnya. Islam hanya mengatur etika konsumsi sebagai wujud kebersinambungan antara sang makhluk (hablu minan nas) dan antara sang tuhan (hablu minallah). Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan.
       Kepuasan konsumen menurut ekonomi Islam berkaitan erat dengan kebutuhan, keinginan, maslahat, manfaat, berkah, dan keyakinan dan kehalalan. Sebab dalam Islam kebutuhan makan bukan saja untuk mengenyangkan perut dan menghilangkan lapar semata. Tetapi lebih jauh dari itu, tujuan makan supaya badan sehat, akal berjalan bisa beraktifitas (beribadah). Maka barang yang dimakan juga tidak boleh hal yang diharamkan.[2]
       Perilaku ekonomi sejatinya teori yang dikembangkan dari muara pemahaman akan rasionalisme ekonomi dan utilitarianisme kapitalisme. Rasionalisme ekonomi menafsirkan perilaku manusia sebagai sesuatu yang dilandasi dengan perhitungan cermat akan arah pandangan kedepan dan persiapan akan keberhasilan ekonomi (materil), sedangkan utilitarianisme ditafsirkan sebagai sesuatu yang berlandaskan pada nilai dan sikap moral.[3]
       Yang dimaksud dengan rasionalitas dari teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya.[4] Islam sebagai pedoman hidup tidak menonjolkan standar atau sifat kepuasan dari sebuah perilaku konsumsi sebagaimana yang dianut dalam ilmu ekonomi konvensional seperti utilitas dan kepuasan marginal, melainkan lebih menonjolkan aspek normatif. Kepuasan dari sebuah perilaku konsumsi menurut islam harus berlandaskan pada tuntunan ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Siddiqi mengatakan, konsumen harus puas akan perilaku konsumsinya dengan mengikuti norma-norma Islam.[5] Konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di luar ekonomi.
       Dalam analisis konsumsi konvensional dijelaskan bahwa perilaku konsumsi seseorang adalah dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya sehingga tercapai kepuasan yang optimal. Sedangkan dalam analisis konsumsi Islam, perilaku konsumsi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohani. Sehingga dalam perilaku konsumsi seorang muslim senantiasa memperhatikan syariat Islam. Misalnya, apakah barang dan jasa yang dikonsumsi halal atau Karam, apa tujuan seorang muslim melakukan aktivitas konsumsi, bagaimana etika dan moral seorang muslim dalam berkonsumsi, bagaimana bentuk perilaku konsumsi seorang muslim dikaitkan dengan keaclaan lingkungannya dan sebagainya.
       Dalam perspektif ekonomi Islam. perilaku konsumsi seorang muslim didasarkan pada beberapa asumsi sebagaimana dikemukakan oieh Monzer Kahf, yaitu :
1. Islam merupakan suatu agama yang diterapkan di tengah masyarakat.
2. Zakat hukumnya wajib.
3. Tidak ada riba dalam masyarakat.
4. Prinsip mudharabah diterapkan dalam aktivitas bisnis.
5. Konsumen berperilaku rasional yaitu berusaha mengoptimalkan kepuasan.
       Konsumen muslim dari penghasilannya wajib bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya. Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya. Dalam ekonomi Islam, unsur pendapatan masyarakat dialokasikan pada beberapa bentuk pengeluaran, yaltu untuk konsumsi, tabungan dan sebagian dari pendapatan itu dikurangkan untuk infak dan shadaqah. Hal ini selaras dengan makna hadist Nabi SAW yaitu "Yang engkau miliki adalah apa-apa'yang engkau konsumsi dan apa-apa yang engkau infakkan". [6]
Y = ( C + Infak ) + S
Persamaan ini disederhanakan menjadi
Y = ( C + Infak ) + S
Y = FS + S
Keterangan :    Y : pendapatan
                        C : konsumsi
                        S : investasi / tabungan
                        FS :final spending (konsumsi yang dibelanjakan untuk keperluan                             konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak).
       Dimana FS (Final Spending) konsumsi yang dibelanjakan untuk keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak. Sehingga final spending adalah pembelanjaan akhir seorang konsumen muslim.

C.       Fungsi Dan Peningkatan Utilitas
       Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utiliti function) di gambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Biasanya yang di gambarkan adalah utiliti funcion antara dua barang (atau jasa)yang ke duanya memang di sukai oleh konsumen. Fungsi utilitas juga menggambarkan adanya tingkat kepuasan mengkonsumsi sejumlah barang/jasa pada jumlah tertentu. Semakin banyak jumlah yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula tingkat kepuasan yang didapatnya.
Dalam membangun ekonomi function , di gunakan tiga aksioma pilihan rasional:
1.        Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang di sukainya di antara dua keadaan. Bila bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara tepat satu di antara tiga kemungkinan ini:
·         A lebih di sukai daripada B
·         B lebih di sukai daripada A
·         A dan B sama menariknya
2.        Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A  lebih di sukai daripada B,” dan “ B lebih di sukai daripada C,” maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih di sukai daripada C,” aksioma ini sebenarnarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam diri individu dalam mengambil keputusan.
3.        Continuiti
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih di sukai daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih di sukai daripada B.
       Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris yang selanjutnya lebih sering kita kenal dengan kurva indeferen ( selanjutnya kita tulis IC) IC adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan , atau sebagai tempat kedudukan masing-masing titik yang melambangkan kombinasi dua macam komoditas ( atau berbagai macam komoditas ) yang memberikan tingkat kepuasa yang sama. Utility map untuk dua barang inilah yang di gambarkan dengan grafik dua dimensi dengan sumbu X sebagai barng yang di sukai dan sumbu Y sebagai barng lain yang juga di sukai.
Kurva indifference dengan utility berbeda
       Semua kombinasi titik pada kurva indifference  yang sama memiliki tingkat kepuasan yang sama.  Gambar di atas menunjukan bahwa titik A, B dan C berada pada tingkat difference yng sama sehingga tingkat kepuasan pada titik A sama dengan tingkat kepuasan pada titik B atau C yaitu pada U1, sedangkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada U2.[7]
·         Peningkatan Utilitas
Tingkat Substitusi Marginal
Tingkat ketersediaan untuk menukar komoditas dengan komoditas inilah yang dalam literatur konvensional dikenal dengan tingkat substitusi marginal (marginal rate of substitution) x untuk y, atau MRSxy.
MRSxy = jumlah unit komoditas y yang harus dikorbankan untuk mendapatkan tambahan satu unit komoditas x, dalam tingkat kepuasan yang sama. 


D.      Optimal Solution
       Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang muslim akan selalu bertindak rasional. Konsumen yang rasional berarti konsumen yang memilih suatu kombinasi komoditas yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar. Kombinasi konsumsi yang dapat memberikan kepuasan konsumen muslim secara maksimal yang merupakan optimalitas atau titik bagi optimal bagi konsumen. Untuk mencapai tingkat optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis anggaran dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya.[8]
·           Corner solution untuk Pilihan Halal-Haram
       Konsumen meningkatkan utilitynya dengan terus mengurangi konsumsi barang haram untuk mendapatkan lebih banyak barang halal, sampai pada titik dimana ia tidak dapat lagi melakukannya yaitu pada saat seluruh incomenya habis digunakan untuk membeli barang halal, ini yang disebut corner solution.[9]













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
          Konsumsi dalam ekonomi islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapat kebahagian atau kesejahteraan di dunia maupun akhirat.       
          Teori utilitas merupakan turunan dari Perilaku Konsumen, dalam ekonomi teori ini dibagi menjadi dua, yaitu teori Kardinal dan teori Ordinal, teori Kardinal adalah teori yang menjelaskan bahwa kegunaan dasar dapat dihitung secara nominal, sedangkan teori Ordinal adalah teori yang mengasumsikan bahwa konsumen mampu membuat urutan kombinasi barang yang akan dikonsumsinya berdasarkan kepuasan yang diperolehnya tanpa harus menyebutkan secara absolut.
          Utilitas dalam konvensional menjelaskan apabila kita mengkonsumsi suatu barang maka tingkat kepuasan seseorang akan terus bertambah sampai dengan titik kepuasan tertinggi, jika tetap dikonsumsi maka tambahan kepuasan akan menjadi negative. Sedangkan islam menjelaskan bahwa kepuasan seseorang akan terus bertambah, akan tetapi harus berhenti sebelum sampai ketitik kepuasan tertinggi.






DAFTAR PUSTAKA

Bahri S. Andi. Etika Konsumsi Dalam Prespektif Ekonomi Islam. Hunafa: Jurnal Studi Islamika. Vol. 11. No 3. Desember 2014.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami Edisi Keempat. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
Sarwono. Analisis Perilaku Konsumen Prespektif Ekonomi Islam. Jurnal Inovasi Pertanian. Vol.8. No. 1. 2009.














Lampiran
1.        Muhammad Bayu w.
As- syuara’ : “ Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan”
2.        Meilla Besta H.
Etika konsumsi : “ makan dan minumlah jangan berlebih-lebihan tidak boleh boros, menghambur-hamburkan”
3.        Lintang Nurul A.
Etika konsumsi : mengutamakan maslahah atau manfaat.
4.        Bangun Adi Putra
Menurut QS Al Baqarah ayat 168,  konsumsi haruslah makana yang halal dan baik.
5.        Lina Dora Bella
Terdapat kaidah-kaidah prinsip syariah, ilmu, kuantitas, prioritas
6.        Indah Maylasari
Prinsip prioritas konsumsi : primer, sekunder, tersier
7.        M khairul al azhar
Teori konsumsi: 3 karakteristik yaitu pada tingkat keimanan, tingkatan baik, tingkatan buruk
8.        Susi wariyanti
Prinsip konsumsi dalam islam haruslah sesuai dengan syariat, memenuhi kebutahan dengan tidak berlebih-lebihan
9.        Riski hadi k.
Prinsip konsumsi haruslah halal dan sederhana.
10.    Ricky yudistira
Prinsip menurut urutan prioritas: daruriyyah, hijiyah, tahsiniyah
11.    Ratna saputri
Prinsip sosial: menyisihkan barang-barang untuk orang yang membutuhkan
12.    Nurbaiti meti
Etika menurut naqfi: tauhid, adil, kehendak bebas, amanah, halal dan sederhana.
13.    Puji astuti
Etika konsumsi: mengutamakan akhirat, konsisten dalam prioritas dan memperhatikan norma dan etika
14.    M. Arifi rahman
Teori konsumsi konvensional
15.    Randi Avila
Faktor yang mempengaruhi konsumsi : pendapatan, selera, sosial ekonomi dan kekayaan.

Menyimpulkan
1.      Wijaya
Konsumsi (perilaku), konsumtif (sifat) dan konsumen (orangnya)
2.      Nurul khoiriyah
Konsumsi: perilaku, konsumtif: sifat, dan konsumen: orang. Etika konsumsi adalah tidak boleh boros dan mengutamakan maslahah. Kesejahteraan konsumen adalah ika mengkonsumsi barang halal dan sesuai kebutuhan.
16.    Ricky yudistira
Etika konsumsi : barang harus halal, cara mendapatkannya juga harus halal, tidak boleh boros, dalam berkonsumsi harus memprioritaskan mana yang penting
3.      Muhammad bayu winata
Berkonsumsi harus berhenti sebelum pada tingkat kepuasan tertinggi
4.      Ayu puspitasari
Kegiatan konsumsi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebeutuhan manusia.
5.      Bima Dinatha as
Konsumsi merupakan bagian hidup kita semua, dimana aktiviitasnya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan aktivitasnya juga harus dibingkai dalam syariah.
6.      Dwita anggraeni
Batas-batas konsumsi tidak boleh berlebihan, harus sesuai dengan syariat islam.


[1] Andi Bahri S., Etika Konsumsi Dalam Persspektif Ekonomi Islam, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 2, Desember 2014, hal 353-354
[2] Wkyes, Teori Konsumsi Islam, http://wkyes.blogspot.co.id/2017/03/teori-konsumsi-islam.html, pada tanggal 01 September 2017 pukul 01:12.
[3]Andi Bahri S. Op.cit, hal 350.
[4] Wkyes, Op. Cit .
[5] Andi Bahri S. Op.cit, hal 352.
[6] Sarwono, Analisis Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Inovasi Pertanian Vol.8, No. 1, 2009, hal.45-46

[7] Adiwarman A. Karim,Ekonomi Mikro Islami edisi keempat, Jakarta: Rajawali Pres, 2010,hal 64-65
[8] Ibid,hal.72-73
[9]Ibid,hal. 76.

Komentar

Postingan Populer